SARJANA SASTRA INDONESIA

Bersama Sastra Indonesia Unhas, Mahasiswa Universitas Teknologi Hefei Tiongkok Jelajahi Pesona Bantimurung

Blog Post Image
Administrator | 11 Nov, 2025

 

 

MAROS-Sabtu pagi, 8 November 2025, langit Maros tampak cerah seakan ikut menyambut rombongan mahasiswa asing yang tengah bersiap melakukan perjalanan budaya. Sebanyak 13 mahasiswa dari Universitas Teknologi Hefei, Tiongkok, yang kini mengikuti program pertukaran pelajar di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Hasanuddin, berangkat menuju Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda pengenalan budaya dan destinasi wisata Sulawesi Selatan yang dipimpin langsung oleh Dr. Muslimat, M.Hum., selaku dosen sekaligus Ketua Departemen Sastra Indonesia.

Bantimurung sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu permata wisata di Sulawesi Selatan. Selain pemandangan alamnya yang memukau, destinasi ini populer sebagai “Kerajaan Kupu-Kupu”, istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace pada abad ke-19. Bagi para mahasiswa dari Tiongkok, perjalanan ini tidak sekadar rekreasi, tetapi juga pengalaman budaya, edukasi lingkungan, dan interaksi langsung dengan alam tropis Sulawesi Selatan.

Perjalanan Pagi dan Antusiasme Peserta

Sejak pukul 8.30 WITA, seluruh peserta berkumpul di kampus Universitas Hasanuddin tepatnya di depan Dekanat FIB. Wajah-wajah ceria tampak menghiasi mobil yang membawa rombongan menuju Maros. Semua peserta—yang telah diberi nama Indonesia oleh dosen dari kampus Tiongkok—mengikuti kegiatan dengan antusias, di antaranya Yang Yujie (Jeslyn), Ge Huijie (Sofia), Fang Min (Milena), Chen Guo (Geby), Li Yuxin (Yunike), Chen Hong (Belinda), Wu Suyan (Nadia), Xu Xinlei (Luis), Sun Jingyuan (Bella), Jing Chunlu (Luna), Cui Xinyue (Mika), Ding Ruixin (Sinta), dan Shen Yiang (Alvin).

Di sepanjang perjalanan, suasana semakin hidup dengan diskusi singkat tentang sejarah Bantimurung, kebudayaan lokal, hingga legenda setempat yang diceritakan oleh pendamping. Beberapa mahasiswa mencatat kata-kata baru dalam bahasa Indonesia yang mereka dengar, sebagai bagian dari latihan bahasa sehari-hari.

Tiba di Bantimurung: Pesona Air Terjun yang Memukau

Saat rombongan tiba, suara gemuruh air terjun menjadi sambutan pertama yang memanjakan telinga. Pemandangan tebing karst dan rimbunan pepohonan menegaskan betapa alam di kawasan ini masih asri dan terjaga.

Air terjun Bantimurung yang mengalir deras dari tebing kapur menciptakan kabut halus yang menyejukkan udara. Para mahasiswa terlihat kagum. Banyak yang langsung mengabadikan momen dengan ponsel mereka, sambil sesekali tertawa kecil ketika cipratan air menyentuh wajah.

Beberapa mahasiswa mencoba menyusuri tepian air sambil mencelupkan kaki ke sungai yang jernih. “Sangat indah dan menenangkan,” ujar salah satu peserta, Luis, yang sejak awal bersemangat untuk melihat langsung keindahan alam tropis Indonesia.

Memasuki Museum Kupu-Kupu: Belajar Alam dari Dekat

 

Destinasi berikutnya adalah Museum Kupu-Kupu Bantimurung. Di dalam ruangan berwarna cerah itu, ratusan spesies kupu-kupu yang diawetkan dipamerkan dengan rapi. Setiap sayap memiliki corak dan warna berbeda—mulai dari yang bercorak lembut hingga yang mencolok dan eksotis.

“Kami tidak pernah melihat begitu banyak warna kupu-kupu di satu tempat,” kata Milena dengan mata berbinar. Beberapa peserta nampak sibuk memotret koleksi museum sambil membaca keterangan pada papan informasi.

Dari museum, rombongan menuju area penangkaran. Di tempat ini, kupu-kupu hidup beterbangan bebas di antara bunga, daun, dan cahaya matahari. Pemandangan itu membuat suasana tenang berubah menjadi riuh penuh kekaguman. Banyak mahasiswa yang mencoba mengikuti gerak lembut kupu-kupu, harap-harap ingin melihat satwa mungil itu hinggap di tangan mereka.

“Cantik sekali, seperti lukisan yang bergerak,” ujar Belinda dan Nadia, sambil tersenyum ketika seekor kupu-kupu mendarat di tangannya.

Antusiasme, Belajar, dan Pengenalan Budaya

Program studi Sastra Indonesia menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya rekreasi, tetapi juga media pembelajaran budaya dan ekologi. Dengan mengunjungi Bantimurung, mahasiswa dapat mengenal sejarah lokal, keanekaragaman hayati, dan cara masyarakat setempat menjaga potensi pariwisata.

Dr. Muslimat, M.Hum., sebagai pimpinan kegiatan, menyampaikan bahwa pengalaman lapangan seperti ini penting untuk memperluas wawasan mahasiswa asing tentang Indonesia. “Kami ingin mereka tidak hanya belajar bahasa melalui kelas, tetapi juga merasakan ruang budaya dan alam Indonesia secara langsung.”

Selain itu, kegiatan ini menjadi ruang interaksi antarbudaya. Para dosen yang ikut mendampingi juga terlihat menuntun teman-teman mereka saat belajar menyebut kata-kata seperti “air terjun”, “indah”, “ramai”, dan “kupu-kupu”.

Menjelang sore, rombongan berkumpul untuk foto bersama di depan air terjun dan tugu kupu-kupu. Wajah-wajah lelah bercampur senang menunjukkan bahwa perjalanan hari itu meninggalkan kesan mendalam.

Sebelum kembali ke Makassar, beberapa mahasiswa saling bertukar cerita tentang pengalaman paling menarik yang mereka alami. Banyak dari mereka berharap dapat kembali lagi ke Bantimurung, mungkin dengan membawa keluarga atau teman-teman dari negaranya suatu hari nanti. (Ipa Bahya/*)

 

 

 

previous
Prof. Dr. Asriani Abbas, M.Hum.
next
ICLC-6 2025 FIB Unhas: Academic Gathering on Multidisciplinary Innovation in Language and Cultural Studies